Rabu, 21 Januari 2009

Refleksi “Elegi Seorang Guru Menggapai Batas”

Oleh : Kuwat Pamuji

Kepuasan tertinggi seorang guru adalah ketika melihat murid-muridnya menjadi orang yang berhasil. Tetapi bukanlah guru yang baik apabila perbuatannya hanya semata-mata untuk mencari kepuasan. Karena hal yang demikian akan membuat guru menghalalkan segala cara untuk keberhasilan muridnya.

Memanag susah untuk menjadi seorang guru yang baik tetapi berusaha untuk menjadi lebih baik adalah kewajiban, dan pada dasarnya mengajarkan kebaikan adalah kewajiban bagi setiap insan di dunia. Seperti yang difirmankan oleh Tuhan : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka iitulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali imran (3) : 104)

Untuk mencapai titik tertinggi tidaklah mungkin, karena tidak ada batasan pada potensi manusia walaupun manusia makhluk yang serba terbatas dan yang tertinggi adalah milik Tuhan. Seorang guru hendaknya banyak belajar pada dirinya sendiri, oranag lain, lingkungan sekitar, alam semsesta dan isinya karena dari semua itu terdapat pelajaran dan banyak petunjuk. Jangan pernah sekali-kali kamu merasa paling benar walaupun kamu telah berbuat sesuatu yang terbaik, karena kebenaran bukan didatangkan dari dirimu tapi dari Tuhanmu, bisa saja yang selama ini kamu agung-agunkan sebagai kebenaran adalah kemunafikan yang kamu munculkan dari keegoisanmu. Tuhan berfirman : “Dan katakanlah : ” Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu. Barangsiapa yang hendak beriman, berimanlah. Dan barangsiapa yang ingin kafir, biarkanlah kafir……”(Q.S. Al Kahfi (18) : 29)

Janganlah kamu memberi perlakuan yang sama terhadap murid-muridmu karena antara mereka terdapat perbedaan-perbedaan, sekalipun engkau telah mencetak prestasi emas pada seorang muridmu dengan caramu, belum tentu dengan caramu itu kamu bisa mencetak prestasi emas pada murid-muridmu yang lain. Jangan buat dirimu menjadi orang yang kejam karena kebiasaanmu. Tuhan berfirman : “…..Begitulah orang-orang yang melampaui batas memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Q.S. Yunus (10) : 12)

Akhir kata, guru yang baik adalah yang senantiasa bertujuan baik untuk murid-murinya dan selalu berusaha memberikan yang lebih baik, kebaikan adalah apa yang kamu dan mereka anggap baik dan menjadi kewajiban kalianlah manusia untuk menebar kebaikan.

Apa, Mengapa, Bagaimana, Dan Di mana Cinta

Oleh : Kuwat Pamuji

Suatu hari, Plato bertanya pada gurunya, "Apa itu cinta? Bagaimana saya menemukannya? Gurunya menjawab, "Ada ladang gandum yang luas di depan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta"
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya, "Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?" Plato menjawab, "Aku hanya boleh membawa satu saja,dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)". Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya"
Gurunya kemudian menjawab " Jadi ya itulah cinta"

Cinta yang kerap kali kita rasakan adalah hasrat yang enggan tergantikan walaupun ditukar dengan bermacam hal yang kamu anggap lebih tinggi nilainya, karena sesungguhnya cinta lebih tinggi dari semua itu, lebih bernilai dari permata terindah. Cinta adalah sesuatu yang tak bisa dipungkiri dan kehadirannya pun tak tersadari, dia datang tak terduga dan tak bisa dibuat-buat.

Terkadang kita dibingungkan oleh pertanyaan “Mengapa ada cinta kalau menyakitkan?”

Jika kamu masih merasa sakit ketika kamu merasa sudah mencintai tapi tidak dicintai sesungguhnya kamu belum sungguh-sungguh memberikan cinta karena cinta tidak pernah meminta, ia senantiasa memberi. Memang cinta terkadang membawa penderitaan, tetapi tidak pernah dendam bahkan membalas dendamnya.

Cinta sejati adalah ketika seseorang yang kamu cintai mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata : Aku turut bahagia untukmu. Memang susah bahagia di atas hati yang kecewa, tapi sesugguhnya semua kekecewaan itu akan musnah manakala kamu bersedia mengikhlaskannya. Karena rasa ikhlas akan memberikan rasa tenang, damai dan menjauhkanmu dari rasa dendam dan benci.

Jika kamu pernah merasa disakiti oleh kekasihmu janganlah sekali-kali kamu mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup . Dan jangan sekali-kamu kamu mengatakan tidak mencintainya lagi, bilamana kamu masih belum dapat melupakannya. Satu – satunya cara agar kamu memperoleh kasih sayang adalah jangan menuntut agar kamu dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.

Seperti siang dan malam, itulah cinta, saling mengiringi. Seperti panas dan hujan, itulah cinta, saling meridukan. Seperti laut dan ombak, itulah cinta, saling setia. Sesungguhnya setiap hati telah tergariskan pasangannya jauh hari sebelum kita terlahir, dan alangkah indahnya jika cinta telah menemukan pasangannya.

Jumat, 16 Januari 2009

Rasionalisme

Oleh : Kuwat Pamuji

Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh haruslah dengan cara berpikir

Pengertian lain rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.

Di luar konteks religius, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum, umpamanya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.

Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.

Latarbelakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Para tokoh aliran Rasionalisme diantaranya adalah :

1. Rene Descartes ( 1596- 1650 M )

Descartes disamping tokoh rasionalisme juga dianggap sebagai bapak filsafat, terutama karena dia dalam filsafat-filsafat sungguh-sungguh diusahakan adanya metode serta penyelidikan yang mendalam. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran.

Ia yang mendirikan aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercayai adalah akal. Ia tidak puas dengan filsafat scholastik karena dilihatnya sebagai saling bertentangan dan tidak ada kepastian. Adapun sebabnya karena tidak ada metode berpikir yang pasti.

Descartes merasa benar-benar ketegangan dan ketidak pastian merajalera ketika itu dalam kalangan filsafat. Scholastic tak dapat memberi keterangan yang memuaskan kepada ilmu dan filsafat baru yang dimajukan ketika itu kerapkali bertentangan satu sama lain.

Descartes mengemukakan metode baru yaitu metode keragu-raguan. Seakan- akan ia membuang segala kepastian, karena ragu-ragu itu suatu cara berpikir. Ia ragu- ragu bukan untuk ragu-ragu, melainkan untuk mencapai kepastian. Adapun sumber kebenaran adalah rasio. Hanya rasio sejarah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Rasio pulalah yang dapat memberi pemimpin dalam segala jalan pikiran. Adapun yang benar itu hanya tindakan budi yang terang-benderang, yang disebutnya ideas claires et distinctes. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, maka aliran ini disebut Rasionalisme.

2. Spinoza (1632- 1677 M)

Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza ia adalah seorang keturunan Yahudi di Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama maupun masyarakat, ia mencita- citakan suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk mencapai kebahagiaan bagi manusia.menurut Spinoza aturan atau hukum ynag terdapat pada semua hal itu tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Baik Spinoza maupun lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh terakhir ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika, dan kedua juga mengikuti metode Descantes.

3. Leibniz

Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintahan, pembantu pejabat tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker Jerman ini mempelajari scholastik.

Ia kenal kemudian aliran- aliran filsafat modern dan mahir dalam ilmu. Ia menerima substansi Spinoza akan tetapi tidak menerima paham serba Tuhannya (pantesme). Menurut Leibniz substansi itu memang mencantumkan segala dasar kesanggupannya, dari itu mengandung segala kesungguhan pula. Untuk menerangkan permacam- macam didunia ini diterima oleh Leibniz yang disebutnya monaden. Monaden ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan cara sendiri.


Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Rasionalisme
http://education.feedfury.com/content/16333544-filsafat_rasionalisme.html
http://warsa.wordpress.com/2007/06/05/rasionalisme/
http://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-40.html

Naturalisme

Oleh : Kuwat Pamuji

Naturalisme merupakan teori yang menerima “nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah naturalisme adalah sebaliknya dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di luar alam ( Harold H. Titus e.al. 1984).

Aliran filsafat pendidikan Naturalisme lahir sebagai reaksi terhadap aliran filasafat pendidikan Aristotalian-Thomistik. Naturalisme lahir pada abad ke 17 dan mengalami perkembangan pada abad ke-18. Naturalisme berkembang dengan cepat di bidang sains. Ia berpandangan bahwa "Learned heavily on the knowledge reported by man's sense". Filsafat pendidikan ini didukung oleh tiga aliran besar yaitu Realisme, Empirisme dan Rasionalisme. Semua penganut Naturalisme merupakan penganut Realisme, tetapi tidak semua penganut Realisme merupakan penganut Naturalisme.2) Imam Barnadib menyebutkan bahwa Realisme merupakan anak dari Naturalisme.3) Oleh sebab itu, banyak ide-ide pemikiran Realisme sejalan dengan Naturalisme.

Dimensi utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme di bidang pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam.

Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi naturalis dimulai jauh hari sebelum anak lahir, yakni sejak kedua orang tuanya memilih jodohnya. Tokoh filsafat pendidikan naturalisme adalah John Dewey, disusul oleh Morgan Cohen yang banyak mengkritik karya-karya Dewey. Baru kemudian muncul tokoh-tokoh seperti Herman Harrell Horne, dan Herbert Spencer yang menulis buku berjudul Education: Intelectual, Moral, and Physical. Herbert menyatakan bahwa sekolah merupakan dasar dalam keberadaan naturalisme. Sebab, belajar merupakan sesuatu yang natural, oleh karena itu fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran juga merupakan sesuatu yang natural juga. Paham naturalisme memandang guru tidak mengajar subjek, melainkan mengajar murid.

Terdapat lima tujuan pendidikan paham naturalisme yang sangat terkenal yang diperkenalkan Herbert Spencer melalui esai-esainya yang terkenal berjudul “Ilmu Pengetahuan Apa yang Paling Berharga?”. Kelima tujuan itu adalah (1) Pemeliharaan diri; (2) Mengamankan kebutuhan hidup; (3) Meningkatkan anak didik; (4) Memelihara hubungan sosial dan politik; (5) Menikmati waktu luang.

Spencer juga menjelaskan enam prinsip dalam proses pendidikan beraliran naturalisme. Delapan prinsip tersebut adalah (1) Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam; (2) Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik; (3) Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak; (4) Memperbanyak imlu pengetahuan merupakan bagian penting dalam pendidikan; (5) Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus otak; (6) Praktik mengajar adalah seni menunda; (7) Metode instruksi dalam mendidik menggunakan cara induktif; (Hukuman dijatuhkan sebagai konsekuensi alam akibat melakukan kesalahan. Kalaupun dilakukan hukuman, hal itu harus dilakukan secara simpatik. (J. Donald Butler :tt)

Referensi :

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/filsafat-naturalisme/

http://re-searchengines.com/0308hakiki.html
http://astaqauliyah.com/2007/01/20/filsafat-naturalisme/

REALISME

Oleh: Kuwat Pamiji


Realisme berarti usaha untu mengungkapkan subyek dalam keadaan yang mirip dengan aslinya tanpa ditambah-tambahkan interpretasi tertentu. Filsafat Pendidikan Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.

Ada suatu teori bahwa alam semesta beserta isinya adalah suatu penjelmaan pikiran. Untuk menyatakan eksistensi realitas, tergantung pada suatu pikiran dan aktivitas-aktivitas pikiran. Realitas dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala psikis seperti pikiran-pikiran, diri, roh, ide-ide, pikiran mutlak, dan lain sebagainya dan bukan berkenaan dengan materi. Seluruh realitas sangat bersifat mental (spiritual, psikis). Materi dalam bentuk fisik tidak ada. Hanya ada aktivitas berjenis pikiran dan isi pikiran yang ada. dunia eksternal tidak bersifat fisik.



Referensi :

http://id.wikipedia.org/wiki/Realisme_(seni_rupa)

http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=8035

IDEALISME

Oleh: Kuwat Pamuji


Kata Idealisme berasal dari bahasa Inggris yaitu Idelism. Istilah ini pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibniz pada awal abad ke-18. Leibniz memakai dan menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato yang bertolak belakang dengan materialism Epikuros. Idfealisme merupakan kunci masuk ke hakikat realitas

Idealisme ialah filsafat yang menganggap atau memandang ide itu primer dan materi adalah sekundernya, dengan kata lain menganggap materi berasal dari idea tau diciptakan dari ide.

Filsafat pendidikan Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melalui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah : Plato, Elea dan Hegel, Immanuel Kant, David Hume, Al Ghazali.

Beberapa pandangan filsuf mengenai Idealisme :

Schelling memberikan nama Idealisme subyektif pada filsafat Fichte, dengan alas an bahwa dalam Fichte dunia merupakan postulat subyek yang memutuskan.

Idealisme Obyektif adalah nama yang diberikan oleh Schelling pada pemikiran filsafatnya. Menurutnya, alam adalah inteligensi yang kelihatan. Hal tersebut menunujkkan semua filsafat yang mengidentifikasikan realitas dengan ide, akal atau roh.

Hegel menerima klasifikasi Schelling dan mengubahnya menjadi idealism absolute sebagai sintetis dari pandangan idealism subyektif (tesis), dan obyektif ( antithesis).

Idealisme Transcendental adalah pandangan dan penyebutan dari Immanuel Kant. Sering disebut juga sebagai idealism kritis. Pandangan ini mempunyai alternatif yaitu isi dari pengalaman langsung tidak dianggap sebagai benda dalam dirinya sendiri, sedangkan ruang dan waktu merupakan forma intuisi kita sendiri.

Idealisme Epistimologis merupakan suatu keputusan bahwa kita membuat kontak hanya dengan ide-ide atau pada peristiwa manapun dengan entitas-entitas psikis.

Idealisme Personal adalah system Filsafat Howison dan Bowne.

Idealisme Voluntarisme dikembangkan oleh Fouileedalam suatu syitem yang melibatkan tenaga pemikiran.

Idealisme Teistik pandangan dan Sistem filsafat dari Ward.

Idealisme Monistik adalah penyebutan dan filsafat dari Paulsen.

Idealisme Etis adalah pandangan filsafat yang dianut oleh Sorley dan Messer.

Idealisme Jerman, pemicunya adalah Immanuel Kant dan dikembangkan oleh penerus-penerusnya. Idealisme merupakan pembaharuan dari Platonis, karena para pemikir melakukan terobosan-terobosan filosofis yang sangat penting dalam sejarah manusia, hanya dalam tempo yang sangat singkat, yaitu 40 tahun (1790-1830) dan gerakan intelektual ini mempunyai kedalaman dan kekayaan yang tiada bandingnya.

Aliran-aliran dalam filsafat Idealisme

1. Idealisme Obyektif

Idealisme obyektif adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis, dan idealismenya itu bertitik tolak dari ide universil (Absolute Idea- Hegel / LOGOS-nya Plato) ide diluar ide manusia. Menurut idealisme obyektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil.

Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materiil, yang ada secara abadi diluar manusia, sesuatu yang bukan materiil itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya. Dalam bentuknya yang amat primitif pandangan ini menyatakan bentuknya dalam penyembahan terhadap pohon, batu dsb-nya.

Akan tetapi sebagai suatu system filsafat, pandangan dunia ini pertama-tama kali disistimatiskan oleh Plato (427-347 S.M), menurut Plato dunia luar yang dapat di tangkap oleh panca indera kita bukanlah dunia yang riil, melainkan bayangan dari dunia “idea” yang abadi dan riil. Pandangan dunia Plato ini mewakili kepentingan klas yang berkuasa pada waktu itu di Eropa yaitu klas pemilik budak. Dan ini jelas nampak dalam ajarannya tentang masyarakat “ideal”.

Pada jaman feodal, filsafat idealisme obyektif ini mengambil bentuk yang dikenal dengan nama Skolastisisme, system filsafat ini memadukan unsur idealisme Aristoteles (384-322 S.M), yaitu bahwa dunia kita merupakan suatu tingkatan hirarki dari seluruh system hirarki dunia semesta, begitupun yang hirarki yang berada dalam masyarakat feodal merupakan kelanjutan dari dunia ke-Tuhanan. Segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini maupun dalam alam semesta merupakan “penjelmaan” dari titah Tuhan atau perwujudan dari ide Tuhan. Filsafat ini membela para bangsawan atau kaum feodal yang pada waktu itu merupakan tuan tanah besar di Eropa dan kekuasaan gereja sebagai “wakil” Tuhan didunia ini. Tokoh-tokoh yang terkenal dari aliran filsafat ini adalah: Johannes Eriugena (833 M), Thomas Aquinas (1225-1274 M), Duns Scotus (1270-1308 M), dsb.

Kemudian pada jaman modern sekitar abad ke-18 muncullah sebuah system filsafat idealisme obyektif yang baru, yaitu system yang dikemukakan oleh George.W.F Hegel (1770-1831 M). Menurut Hegel hakekat dari dunia ini adalah “ide absolut”, yang berada secara absolut dan “obyektif” didalam segala sesuatu, dan tak terbatas pada ruang dan waktu. “Ide absolut” ini, dalam prosesnya menampakkan dirinya dalam wujud gejala alam, gejala masyarakat, dan gejala fikiran. Filsafat Hegel ini mewakili klas borjuis Jerman yang pada waktu itu baru tumbuh dan masih lemah, kepentingan klasnya menghendaki suatu perubahan social, menghendaki dihapusnya hak-hak istimewa kaum bangsawan Junker. Hal ini tercermin dalam pandangan dialektisnya yang beranggapan bahwa sesuatu itu senantiasa berkembang dan berubah tidak ada yang abadi atau mutlak, termasuk juga kekuasaan kaum feodal. Akan tetapi karena kedudukan dan kekuatannya masih lemah itu membuat mereka tidak berani terang-terangan melawan filsafat Skolatisisme dan ajaran agama yang berkuasa ketika itu.

Pikiran filsafat idealisme obyektif ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai macam bentuk. Perwujudan paling umum antara lain adalah formalisme dan doktriner-isme. Kaum doktriner dan formalis secara membuta mempercayai dalil-dalil atau teori sebagai kekuatan yang maha kuasa , sebagai obat manjur buat segala macam penyakit, sehingga dalam melakukan tugas-tugas atau menyelesaikan persoalan-persoalan praktis mereka tidak bisa berfikir atau bertindak secara hidup berdasarkan situasi dan syarat yang kongkrit, mereka adalah kaum “textbook-thingking”.

2. Idealisme Subyektif

Idealisme subyektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.

Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang uskup inggris yang bernama George Berkeley (1684-1753 M), menurut Berkeley segala, sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah bukanlah materiil yang riil dan ada secara obyektif. Sesuatu yang materiil misalkan jeruk, dianggapnya hanya sebagai sensasi-sensasi atau kumpulan perasaan/konsepsi tertentu (“bundles of conception” David Hume (1711-1776 M), -ed), yaitu perasaan / konsepsi dari rasa jeruk, berat, bau, bentuk dsb. Dengan demikian Berkeley dan Hume menyangkal adanya materi yang ada secara obyektif, dan hanya mengakui adanya materi atau dunia yang riil didalam fikirannya atau idenya sendiri saja.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari filsafat ini adalah, kecenderungan untuk bersifat egoistis “Aku-isme” yang hanya mengakui yang riil adalah dirinya sendiri yang ada hanya “Aku”, segala sesuatu yang ada diluar selain “Aku” itu hanya sensasi atau konsepsi-konsepsi dari “Aku”. Untuk berkelit dari tuduhan egoistis dan mengedepankan “Aku-isme/solipisme” Berkeley menyatakan hanya Tuhan yang berada tanpa tergantung pada sensasi.

Filsafat Berkeley dan Hume ini adalah filsafat Borjuasi besar Inggris pada abad ke-18, yang merupakan kekuatan reaksioner menentang materialisme klasik Perancis, sebagai manifestasi dari kekuatiran atas revolusi di Inggris pada waktu itu.

Pada abad ke-19, Idealisme subyektif mengambil bentuknya yang baru yang terkenal dengan nama “Positivisme”, yang di kemukakan pertama kali oleh Aguste Comte (1798-1857 M), menurutnya hanya “pengalaman”-lah yang merupakan kenyataan yang sesungguhnya , selain dari pada itu tidak ada lagi kenyataan, dunia adalah hasil ciptaan dari pengalaman, dan ilmu hanya bertugas untuk menguraikan pengalaman itu. Dan masih banyak lagi pemikir-pemikir yang lainnya dalam filsafat ini, misalnya saja William Jones (1842-1910 M) dan John Dewey (1859-1952), keduanya berasal dari Amerika Serikat dan pencetus ide “pragmatisme”, menurut mereka Pragmatisme adalah suatu filsafat yang menggunakan akibat-akibat praktis dari ide-ide atau keyakinan-keyakinan sebagai suatu ukuran untuk menetapkan nilai dan kebenarannya. Filsafat seperti ini sangat menekankan pada pandangan individualistic, yang mengedepankan sesuatu yang mempunyai keuntungan atau “cash-value”(nilai kontan)-lah yang dapat diterima oleh akal si “Aku” tsb. Pragmatisme berkembang di Amerika dan adalah filsafat yang mewakili kaum borjuasi besar di negeri yang katanya “the biggest of all”. Sebab dari pandangan filsafat seperti ini Imperialisme, tindakan eksploitasi dan penindasan dapat dibenarkan selama dapat mendapatkan keuntungan untuk si “Aku”.

Pandangan-pandangan idealisme subyektif dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tidak jarang kita temui perkataan-perkataan seperti ini :

“Baik buruknya keadaan masyarakat sekarang tergantung pada orang yang menerimanya, ialah baik bagi mereka yang menganggapnya baik dan buruk bagi mereka yang menganggapnya buruk.”

“kekacauan sekarang timbul karena orang yang duduk dipemerintahan tidak jujur, kalau mereka diganti dengan orang-orang yang jujur maka keadaan akan menjadi baik.”

“aku bisa, kau harus bisa juga,” dsb.


referensi:

http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=8035

http://www.marxists.org/indonesia/archive/marx-engels/1886/ludwig-feuerbach/ch02.htm

http://bungkapit21artikel.blogspot.com/2008/06/f-i-l-s-f-t.html